MANAJEMEN KONSTRUKSI
Manajemen konstruksi
Manajemen konstruksi adalah ilmu yang mempelajari dan mempraktikkan aspek-aspek manajerial dan teknologi industri konstruksi. Manajemen konstruksi juga dapat diartikan sebagai sebuah model bisnis yang dilakukan oleh konsultan konstruksi dalam memberi nasihat dan bantuan dalam sebuah proyek pembangunan.
A. Manajemen Kostruksi adalah
ilmu dan seni untuk melakukan perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pengarahan (actuating), dan pengontrolan (controlling) untuk
mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan konstruksi adalah susunan, model atau tata letak
suatu bangunan, baik rumah, jembatan, dan lain sebagainya. Dengan demikian
dapat diartikan bahwa manajemen konstruksi adalah ilmu dan seni yang
merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, dan mengontrol proses penyusunan
suatu bangunan dengan pemanfaatan sumber daya yang efektif dan efisien.
Yang dimaksud dengan proyek adalah suatu usaha untuk mencapai
suatu tujuan tertentu yang didasari oleh waktu (time) dan sumber daya.
Sehingga, manajemen proyek konstruksi dapat diartikan sebagai proses penerapan
fungsi-fungsi manajemen (Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling)
secara sistematis dan terukur dengan pemanfaatan waktu dan sumber daya yang ada
secara efektif dan efisien untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan.
Construction Management Association of
America (CMAA) menyatakan
bahwa ada tujuh kategori utama tanggung jawab seorang manajer konstruksi, yaitu:
1. Perencanaan proyek manajemen
2. Manajemen harga
3. Manajemen waktu
4. Manajemen kualitas
5 Administrasi kontrak
6. Manajemen keselamatan
7. Praktik profesional.
Peranan Manajemen Konstruksi dalam Industri Konstruksi
adalah layanan yang sangat baik yang disediakan untuk mengkoordinasikan dan
mengkomunikasikan seluruh proses konstruksi. Sebagai manajer proyek konstruksi
akan menangani semua tahap konstruksi proyek Anda. Pada tahap pra-konstruksi,
kita akan melakukan semua yang diperlukan studi kelayakan dan penelitian.
Kemudian datang desain dan perencanaan. Setelah spesifikasi arsitektur dan
tujuan penjadwalan yang didefinisikan dengan baik, pekerjaan dilanjutkan oleh
pembangun dan kontraktor untuk memulai membangun aktual bawah pengawasan yang
ketat kami. Menekankan pada independen dari para profesional lain yang terlibat
dalam konstruksi. netralitas ini memungkinkan untuk secara objektif dan tidak
memihak menyarankan klien pada pilihan consultans dan kontraktor, yang
memungkinkan klien untuk mendapatkan manfaat maksimal.
Peran Manajemen Konstruksi
Sebagai pelaksana pembangunan manajemen
konstruksi memiliki berbagai peran. Dalam hal ini peran manajemen konstruksi
terbagi menjadi empat berdasarkan tahapan pelaksanaannya yaitu:
1. Agency Construction Management “ACM”
Pada tahapan ini manajer
konstruksi berperan sebagai koordinator “penghubung” (interface” antara
perancangan dan pelaksanaan serta antar kontraktor. Manajemen konstruksi mulai
dari fase perencanaan dimana pihak pemilik membuat kontrak pada para kontraktor
sesuai paket-paket pekerjaan yang diperlukan.
2. Extended Service Construction Manajemen “ESCM
Peran lain yang mungkin
diberikan kepada manajemen kontraktor ialah sebagai kontraktor. Hal ini
dilakukan untuk menghindari konflik tujuan antara kontraktor dan pihak
manajemen. Pada bentuk yang lain, pihak manajemen bergerak berdasarkan
permintaan dari pihak ESCM atau kontraktor.
3. Owner Construction
Management “OCM”
Dalam hal ini peran manajemen konstruksi
profesional dikembangkan lagi oleh pemilik. Sehingga pihak manajemen juga
bertanggung jawab terhadap manajemen proyek yang dilaksanakan.
4. Guaranted Maximum Price Construction
Management “GMPCM”
Konsultan ini bertindak lebih ke arah kontraktor umum dari
pada sebagai wakil pemilik. Disini konsultan GMPCM tidak melakukan pekerjaan
konstruksi tetapi bertanggung jawab kepada pemilik mengenai waktu, biaya dan
mutu. Sehingga pada peran ini manajemen bertindak sebagai pemberi kerja
terhadap para kontraktor “sub kontraktor”..
Fungsi
Manajemen Konstruksi
Seperti
yang disebutkan diatas, manajemen konstruksi ialah proses penerapan
fungsi-fungsi manajemen pada suatu proyek dengan sumber daya yang ada secara
efektif dan efisien agar tercapai tujuan proyek secara optimal.
Beberapa
diantara fungsi manajemen konstruksi lainnya ialah sebagai berikut:
· Perencanaan
“Planning”
Fungsi perencanaan dari manajemen konstruksi ialah menentukan
apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Ini menyangkut pada
pengambilan keputusan terhadap beberapa pilihan-pilihan yang berkaitan pada
proses pembuatan konstruks
· Mengorganisasi
“Organizing”
Fungsi ini berkaitan dengan usaha manajemen untuk menetapkan
jenis-jenis kegiatan yang perlu dilakukan. Gunanya agar tugas atau
kegiatan-kegiatan tadi lebih mudah ditangani oleh bawahannya karena sudah
terorganisir dengan sangat baik.
· Penempatan
Orang “Staffing”
Fungsi ini meliputi usaha pengembangan dan penempatan
orang-orang yang tepat di dalam jenis-jenis pekerjaan yang sudah direncanakan
awalnya.
· Mengarahkan
“Directing”
Fungsi lain dari manajemen konstruksi ialah directing
atau biasa juga disebut supervisi. Fungsi ini menyangkut pembinaan motivasi dan
pemberian bimbingan kepada bawahan untuk pelaksanaan tugas yang sesuai
perencanaan.
· Mengontrol
“Controlling”
Fungsi terakhir ialah controlling, fungsi ini berguna untuk
menjamin bahawa perencana bisa diwujudkan secara pasti. Proses kontrol pada
dasarnya selalu memuat unsur: perencanaan yang diterapkan, analisa atas deviasi
atau penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dan menentukan langkah-langkah yang
perlu untuk dikoreksi.
Tujuan
Manajemen Konstruksi
- System atau tim manajemen konstruksi dibutuhkan guna tujuan bagaimana mengelola proyek secara hemat waktu, biaya proyek sesuai dengan yang dianggarkan dan kualitas kerjaan yang dihasilkan dapat dipertanggungjawabkan, Salah satu cara adalah mengatur kegiatan tumpang tindih ( overlap )
- Tujuan selanjutnya dari digunakannya system MK adalah biaya proyek tidak dibebani oleh biaya ganda atau overhead dan profit seperti apabila dilakukan dengan system kontraktor utama yang membawahi sub – sub kontraktor
- Jenjang jenjang yang tidak efisien dihapus dan dipersingkat jalur komunikasinya.
Tugas
Manajemen Konstruksi
Adapun tugas lain dari
manajemen konstruksi secara garis besar diantaranya yaitu:
- Mengawasi jalannya pekerjaan di lapangan apakah sesuai dengan metode konstruksi yang benar atau tidak.
- Meminta laporan progres dan penjelasan pekerjaan tiap item dari kontraktor secara tertulis.
- MK berhak menegur dan menghentikan jalannya pekerjaan apabila tidak sesuai dengan kesepakatan.
- Mengadakan rapat rutin baik mingguan maupun bulanan dengan mengundang konsultan perencana, wakil owner dan kontraktor.
- Berhubungan langsung dengan owner atau wakil owner dalam menyampaikan segala sesuatu di proyek.
- Menyampaikan progres pekerjaan kepada owner langsung.
- Mengesahkan material yang akan digunakan apakah sesuai dengan spesifikasi kontrak atau tidak.
- Mengelola, mengarahkan dan mengkoordinasi pelaksanaan pekerjaan oleh kontraktor dalam aspek mutu dan waktu.
- Mengesahkan adanya perubahan kontrak yang diajukan oleh kontraktor.
- Memeriksa gambar shop drawing dari kontraktor sebelum dimulai pelaksanaan
- Selalu meninjau ulang metode pelaksanaan pekerjaan oleh kontraktor agar memenuhi syarat K3LMP “Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Lingkungan, Mutu dan Pengamanan”.
- Memberikan Site Instruction secara tertulis apabila ada pekerjaan yang harus dikerjakan namun tidak ada di kontrak untuk mempercepat jadwal.
Tipe
– Tipe Manajemen Konstruksi
- MK konvensional : tanpa fast track
- MK semi konfensional : tanpa fast track
- MK semi murni : tanpa fast track
- MK murni : dengan fast track
Tahapan Manajemen
Konstruksi
1.
Pengembangan Konsep
- Pengembangan sasaran proyek baik dilihat dari aspek biaya dan waktu
- Mengidentifikasikan batasan utama
- Membuat TOR dan organizing
- Sasaran – sasaran prinsip konsep desain kepada konsultan perencanaan
- Tahapan pekerjaan
- Master, coordinating schedule
- Membuat perkiraan biaya awal berdasarkan konsep awal konsultan perencanaan
- Cash flow
2. Tahap Perencanaan
- Koordinasi dengan pengawasan dalam hal pemetaan dan penyelidikan tanah
- Menyusun jadwal review dan lelang
- Melakukan review
- Membuat RKS
- Membuat RAB tiap paket pekerjaan
- Membuat rekomendasi : aspek mutu, aspek biaya, waktu dan material
- Mengurus ijin – ijin yang diperlukan.
B. JASA KONSTRUKSI
1. UU NO.2/2017 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2017 tentang Jasa Konstruksi mencabut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Jasa Konstruksi, karena belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola
yang baik dan dinamika perkembangan penyelenggaraan jasa konstruksi.
UU
tentang Jasa Konstruksi tahun 2017 disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal
12 Januari 2017. UU No. 2 tahun 2017 diundangkan oleh Yasonna H. Laoly,
Menkumham RI pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 11. Dan
Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi dalam
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018 pada tanggal 12 Januari
2017 di Jakarta. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
Status Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mencabut
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
Pertimbangan
Latar belakang terbitnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi adalah:
Bahwa
pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945; bahwa sektor jasa konstruksi merupakan kegiatan masyarakat mewujudkan
bangunan yang berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas sosial
ekonomi kemasyarakatan guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional;
bahwa penyelenggaraan jasa konstruksi harus menjamin ketertiban dan kepastian
hukum; bahwa Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi belum
dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tata kelola yang baik dan dinamika
perkembangan penyelenggaraan jasa konstruksi; bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu
membentuk Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi; Dasar Hukum Landasan hukum
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi adalah Pasal 20 dan
Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Penjelasan
Umum UU tentang Jasa Konstruksi Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Sesuai
dengan tujuan pembangunan tersebut maka kegiatan pembangunan baik fisik maupun
non fisik memiliki peranan yang penting bagi kesejahteraan masyarakat. Sektor
Jasa Konstruksi merupakan kegiatan masyarakat dalam mewujudkan bangunan yang
berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas sosial ekonomi
kemasyarakatan dan menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Selain
berperan mendukung berbagai bidang pembangunan, Jasa Konstruksi berperan pula
untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa yang
diperlukan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan secara luas mendukung
perekonomian nasional. Oleh karena penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus
menjamin ketertiban dan kepastian hukum, sedangkan Undang- Undang Nomor 18
Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tata
kelola yang baik dan dinamika perkembangan penyelenggaraan jasa konstruksi,
maka perlu dilakukan penyempurnaan pengaturan bidang Jasa Konstruksi.
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dilaksanakan berlandaskan pada asas kejujuran
dan keadilan, manfaat, kesetaraan, keserasian, keseimbangan, profesionalitas,
kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan, kebebasan,
pembangunan berkelanjutan, serta berwawasan lingkungan. Undang-Undang ini
mengatur penyelenggaraan Jasa Konstruksi dengan tujuan untuk memberikan arah
pertumbuhan dan perkembangan Jasa Konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha
yang kukuh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil Jasa Konstruksi yang
berkualitas; mewujudkan tertib penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang menjamin
kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam menjalankan
hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan; mewujudkan peningkatan partisipasi masyarakat di
bidang Jasa Konstruksi; menata sistem Jasa Konstruksi yang mampu mewujudkan
keselamatan publik dan menciptakan kenyamanan lingkungan terbangun; menjamin
tata kelola penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang baik; dan menciptakan integrasi
nilai tambah dari seluruh tahapan penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Pengaturan
penyelenggaraan Jasa Konstruksi dalam Undang-Undang ini dilakukan beberapa
penyesuaian guna mengakomodasi kebutuhan hukum yang terjadi dalam praktik
empiris di masyarakat dan dinamika legislasi yang terkait dengan
penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Berkembangnya
sektor Jasa Konstruksi yang semakin kompleks dan semakin tingginya tingkat
persaingan layanan Jasa Konstruksi baik di tingkat nasional maupun
internasional membutuhkan payung hukum yang dapat menjamin kepastian hukum dan
kepastian usaha di bidang Jasa Konstruksi terutama pelindungan bagi Pengguna
Jasa, Penyedia Jasa, tenaga kerja konstruksi, dan masyarakat Jasa Konstruksi.
Sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang sebelumnya, terdapat beberapa
materi muatan yang diubah, ditambahkan, dan disempurnakan dalam Undang-Undang
ini antara lain cakupan Jasa Konstruksi; kualifikasi usaha Jasa Konstruksi;
pengembangan layanan usaha Jasa Konstruksi; pembagian tanggung jawab dan
kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaran
Jasa Konstruksi; penguatan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan
Keberlanjutan dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi; pengaturan tenaga kerja
konstruksi yang komprehensif baik tenaga kerja konstruksi lokal maupun asing;
dibentuknya sistem informasi Jasa Kontruksi yang terintegrasi; dan perubahan
paradigma kelembagaan sebagai bentuk keikutsertaan masyarakat Jasa Konstruksi
dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi; serta penghapusan ketentuan pidana
dengan menekankan pada sanksi administratif dan aspek keperdataan dalam hal
terjadi sengketa antar para pihak. Untuk menjamin keberlanjutan proses
penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Undang-Undang ini juga mengatur bahwa terhadap
adanya dugaan kejahatan dan/atau pelanggaran oleh Pengguna Jasa dan/atau
Penyedia Jasa, proses pemeriksaan hukum dilakukan dengan tidak mengganggu atau
menghentikan proses penyelenggaran Jasa Konstruksi. Dalam hal dugaan kejahatan
dan/atau pelanggaran terkait dengan kerugian negara, pemeriksaan hukum hanya
dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dari lembaga negara yang
berwenang. Secara umum materi muatan dalam Undang-Undang ini meliputi tanggung
jawab dan kewenangan; usaha Jasa Konstruksi; penyelenggaraan usaha Jasa
Konstruksi; keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan konstruksi;
tenaga kerja konstruksi; pembinaan; sistem informasi Jasa Konstruksi;
partisipasi masyarakat; penyelesaian sengketa; sanksi administratif; dan
ketentuan peralihan. Tanggung jawab dan kewenangan mengatur tentang pembagian
kewenangan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah
Daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi sesuai dengan
ketentuan dalam undang-undang yang mengatur mengenai Pemerintahan Daerah. Dalam
pengaturan usaha Jasa Konstruksi diatur mengenai struktur usaha Jasa
Konstruksi, segmentasi pasar Jasa Konstruksi; persyaratan usaha Jasa
Konstruksi; badan usaha Jasa Konstruksi dan usaha perseorangan Jasa Konstruksi
asing; pengembangan jenis usaha Jasa Konstruksi yakni Usaha Penyediaan
Bangunan; dan pengembangan usaha berkelanjutan. Selanjutnya Undang-Undang ini
juga mengatur mengenai penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang memuat
penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi dan penyelenggaraan Usaha Penyediaan
Bangunan. Penyelenggaraan usaha Jasa Konstruksi dapat dikerjakan sendiri atau
melalui pengikatan Jasa Kontruksi, sedangkan penyelenggaraan Usaha Penyediaan
Bangunan dapat dikerjakan sendiri atau melalui perjanjian penyediaan bangunan.
Pentingnya pemenuhan standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan
Keberlanjutan Konstruksi oleh Pengguna Jasa dan/atau Penyedia Jasa dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya Kegagalan Bangunan. Penguatan sumber daya manusia
Jasa Konstruksi dalam rangka menghadapi persaingan global membutuhkan penguatan
secara regulasi. Undang-Undang ini mengatur mengenai klasifikasi dan
kualifikasi; pelatihan tenaga kerja konstruksi; sertifikasi kompetensi kerja;
registrasi pengalaman profesional; upah tenaga kerja konstruksi; dan pengaturan
tenaga kerja konstruksi asing serta tanggung jawab profesi. Dalam
penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Pemerintah Pusat melakukan pembinaan yang
mencakup penetapan kebijakan, penyelenggaran kebijakan, pemantauan dan
evaluasi, serta penyelenggaraan pemberdayaan terhadap Pemerintah Daerah. Selain
itu diatur tentang pendanaan, pelaporan, dan pengawasannya. Untuk menyediakan
data dan informasi yang akurat dan terintegrasi dibentuk suatu sistem informasi
Jasa Konstruksi yang terintegrasi dan dikelola oleh Pemerintah Pusat. Untuk
mengakomodasi partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi,
Pemerintah Pusat dapat mengikutsertakan masyarakat Jasa Konstruksi dalam
menyelenggarakan sebagian kewenangan Pemerintah Pusat di bidang Jasa Konstruksi
yang dilakukan melalui satu lembaga yang dibentuk oleh Menteri, yang unsur-
unsurnya ditetapkan setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia. Dalam hal terjadi sengketa antar para pihak, Undang-Undang
ini mengedepankan prinsip dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan. Terhadap
pelanggaran administratif dalam Undang-Undang ini dikenai sanksi administratif,
sedangkan untuk menghindari kekosongan hukum Undang-Undang ini mengatur bahwa
lembaga yang dibentuk berdasarkan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1999 tetap menjalankan tugas sertifikasi dan registrasi terhadap
badan usaha dan tenaga kerja konstruksi sampai terbentuknya lembaga yang
dimaksud dalam Undang-Undang ini.
2.
PERPRES NO.16/2018 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah ditetapkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 16 Maret
2018. Perpres 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
diundangkan Menkumham Yasonna H. Laoly dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2018 Nomor 33, dan mulai berlaku pada tanggal 22 Maret 2018. Perpres 16
Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Latar Belakang Pertimbangan
ditetapkannya Perpres 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
adalah: bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mempunyai peran penting dalam
pelaksanaan pembangunan nasional untuk peningkatan pelayanan publik dan
pengembangan perekonomian nasional dan daerah; bahwa untuk mewujudkan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu pengaturan
Pengadaan Barang/Jasa yang memberikan pemenuhan nilai manfaat yang
sebesar-besarnya (value for money) dan kontribusi dalam peningkatan penggunaan
produk dalam negeri, peningkatan peran Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha
Menengah serta pembangunan berkelanjutan; bahwa Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa
kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang
Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah masih terdapat kekurangan dan belum menampung
perkembangan kebutuhan Pemerintah mengenai pengaturan atas Pengadaan
Barang/Jasa yang baik; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; Dasar Hukum Landasan penetapan Perpres 16
Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah: Pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292,
Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601 C. PERMEN PU NO 07/2019 KETENTUAN
UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Jasa Konstruksi
adalah layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau Pekerjaan Konstruksi.
2. Penyedia Jasa Konstruksi
yang selanjutnya disebut Penyedia adalah pelaku usaha yang menyediakan Jasa
Konstruksi berdasarkan Kontrak.
3. Pemilihan Penyedia Jasa
Konstruksi adalah bagian kegiatan pengadaan setelah persiapan pengadaan sampai
dengan penandatanganan Kontrak.
4. Konsultansi Konstruksi
adalah layanan keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pengkajian,
perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan konstruksi
suatu bangunan.
5. Pekerjaan Konstruksi
adalah keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pembangunan,
pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu
bangunan.
6. Pengguna Anggaran yang
selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran
kementerian negara/lembaga.
7. Kuasa Pengguna Anggaran
yang selanjutnya disingkat KPA, pada Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan
sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian
negara/lembaga yang bersangkutan.
8. Pejabat Pembuat Komitmen
yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh
PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat
mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara.
9. Unit Kerja Pengadaan
Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat UKPBJ adalah unit kerja di
kementerian/lembaga yang menjadi pusat keunggulan pengadaan barang/jasa.
10. Kelompok Kerja Pemilihan yang
selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan
oleh pimpinan UKPBJ untuk mengelola pemilihan Penyedia.
11. Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan
yang selanjutnya disingkat PjPHP adalah pejabat administrasi/pejabat
fungsional/personel yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan
pengadaan barang/jasa.
12. Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan
yang selanjutnya disingkat PPHP adalah tim yang bertugas memeriksa administrasi
hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa.
13. Pengelola Pengadaan Barang/Jasa
adalah pejabat fungsional yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak
secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pengadaan
barang/jasa.
14. Tim Teknis adalah tim yang dibentuk
dari unsur Kementerian/Lembaga untuk membantu, memberikan masukan, dan
melaksanakan tugas tertentu terhadap sebagian atau seluruh tahapan pengadaan
barang/jasa.
15. . Tim/Tenaga Ahli adalah tim atau
perorangan dalam rangka memberi masukan dan penjelasan/pendampingan/pengawasan
terhadap sebagian atau seluruh pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
16. Tim Pendukung adalah tim yang
dibentuk dalam rangka membantu untuk urusan yang bersifat administrasi/keuangan
kepada PA/KPA/PPK/Pokja Pemilihan.
17. Rencana Umum Pengadaan yang
selanjutnya disingkat RUP adalah daftar rencana pengadaan yang akan
dilaksanakan oleh kementerian/ lembaga.
18. . Pelaku Usaha adalah setiap orang
perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan
hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah
hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
19. Konstruksi Berkelanjutan adalah
sebuah pendekatan dalam melaksanakan rangkaian kegiatan yang diperlukan untuk
menciptakan suatu fasilitas fisik yang memenuhi tujuan ekonomi, sosial, dan lingkungan
pada saat ini dan pada masa yang akan datang.
20. Pengadaan Berkelanjutan adalah
pengadaan barang/jasa yang bertujuan untuk mencapai nilai manfaat yang
menguntungkan secara ekonomis tidak hanya untuk kementerian/lembaga/perangkat
daerah sebagai penggunanya tetapi juga untuk masyarakat, serta signifikan
mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dalam keseluruhan siklus
penggunaannya.
21. . Harga Perkiraan Sendiri yang
selanjutnya disingkat HPS adalah perkiraan harga barang/jasa yang ditetapkan
oleh PPK.
22. . Seleksi adalah metode pemilihan
untuk mendapatkan Penyedia jasa konsultansi konstruksi.
23. Tender adalah metode pemilihan
untuk mendapatkan Penyedia Pekerjaan Konstruksi.
24. Dokumen Pemilihan adalah dokumen
yang ditetapkan oleh Pokja Pemilihan yang memuat informasi dan ketentuan yang
harus ditaati oleh para pihak dalam pemilihan Penyedia
25. Kontrak Kerja Konstruksi
selanjutnya disebut Kontrak adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan
hukum antara PPK dengan Penyedia.
26. Surat Jaminan yang selanjutnya
disebut Jaminan adalah Jaminan tertulis yang dikeluarkan oleh Bank
Umum/Perusahaan Penjaminan/Perusahaan Asuransi/Lembaga keuangan khusus yang
menjalankan usaha di bidang pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk mendorong
ekspor Indonesia di bidang lembaga pembiayaan ekspor Indonesia/konsorsium
Perusahaan Asuransi Umum/konsorsium Lembaga Penjaminan/konsorsium Perusahaan
Penjaminan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
27. . Sanksi Daftar Hitam adalah sanksi
yang diberikan kepada peserta pemilihan/Penyedia berupa larangan mengikuti
pengadaan barang/jasa di seluruh kementerian/lembaga dalam jangka waktu
tertentu.
28. Konsolidasi Pengadaan adalah
strategi pengadaan Jasa Konstruksi yang menggabungkan beberapa paket pengadaan
Jasa Konstruksi sejenis.
29. Aparat Pengawas Intern Pemerintah
yang selanjutnya disingkat APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui
audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lain terhadap
penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintah.
30. Pejabat Pimpinan Tinggi Madya
adalah Sekretaris Jenderal/Sekretaris Kementerian/Sekretaris Utama/Direktur
Jenderal/Deputi/Kepala Badan.
31. Kerangka Acuan Kerja yang
selanjutnya disingkat KAK adalah uraian kegiatan yang akan dilaksanakan antara
lain meliputi latar belakang, maksud dan tujuan, sumber pendanaan, serta jumlah
tenaga yang diperlukan.
32. Rencana Anggaran Biaya yang
selanjutnya disingkat RAB adalah perhitungan rincian biaya untuk setiap
pekerjaan dalam proyek konstruksi.
33. Rencana Mutu Pekerjaan Konstruksi
yang selanjutnya disingkat RMPK adalah dokumen perencanaan yang digunakan
sebagai acuan dalam pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi.
34. Manajemen Risiko adalah proses
manajemen terhadap risiko yang dimulai dari kegiatan mengidentifikasi bahaya,
menilai tingkat risiko, dan mengendalikan risiko.
35. Keselamatan Konstruksi adalah
segala kegiatan yang meliputi kegiatan keteknikan dalam mewujudkan Pekerjaan
Konstruksi yang aman dan handal serta menjaga keselamatan pekerja dan
lingkungan.
36. . Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yang selanjutnya disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
37. . Sistem Manajemen Keselamatan
Konstruksi yang selanjutnya disingkat SMKK adalah bagian dari sistem manajemen
pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi dalam rangka penerapan keamanan, keselamatan,
kesehatan, dan keberlanjutan pada setiap Pekerjaan Konstruksi.
38. Rencana Keselamatan Konstruksi yang
selanjutnya disingkat RKK adalah dokumen lengkap rencana penyelenggaraan SMKK
dan merupakan satu kesatuan dengan dokumen Kontrak suatu Pekerjaan Konstruksi,
yang dibuat oleh Penyedia dan disetujui oleh pengguna jasa, untuk selanjutnya
dijadikan sebagai sarana interaksi antara Penyedia dengan pengguna jasa dalam
penyelenggaraan konstruksi.
39. Post Bidding adalah tindakan
menambah, mengurangi, mengganti, dan/atau mengubah kriteria dan persyaratan
yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pemilihan dan/atau substansi dokumen
penawaran setelah batas akhir pemasukan dokumen.
40. Penawaran Harga Secara Berulang
yang selanjutnya disebut E-reverse Auction adalah metode penyampaian penawaran
harga secara berulang pada tender.
41. . Menteri adalah menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Jasa Konstruksi.
C. PENJELASAN TENTANG :
1.
PENYEDIA JASA
2.
PENGGUNA JASA
3.
AUDITOR
Penjelasan tentang pengguna jasa Ada beberapa
definisi tentang pengguna jasa antara lain :
a. Pengguna Jasa (1)
adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan kereta
api baik untuk angkutan orang maupun barang.” (Pasal 1 Angka 9 UU Nomor 13
Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian).
b. Pengguna Jasa (2)
adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan, baik
untuk angkutan orang maupun barang.” (Pasal 1 Angka 10 UU Nomor 14 Tahun 1992
Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan).
c.
Pengguna Jasa (3) adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas
atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi.” (Pasal
1 Angka 3 UU Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi).
d.
Pengguna Jasa (4) adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan
jasa angkutan kereta api, baik untuk angkutan orang maupun barang.” (Pasal 1
Angka 12 UU Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian).
e.
Pengguna Jasa (5) adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa
Perusahaan Angkutan Umum.” (Pasal 1 Angka 22 UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan).
f.
Pengguna Jasa (6) adalah pihak yang menggunakan jasa Pihak Pelapor.” (Pasal 1
Angka 12 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang).
Dalam
PPh final atas usaha jasa konstruksi tentang peraturan pemerintah (PP) Nomor 51
tahun 2008 “pajak atas penghasilan dari kegiatan usaha jasa konstruksi” juga di
jelaskan definisi pengguna jasa. Dalam PP ini dijelaskan bahwa :
Pengguna
Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang
memerlukan layanan jasa konstruksi.
Penjelasan
tentang penyedia jasa Definisi penyedia barang jasa : Penyedia barang jasa
adalah istilah untuk badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya.
Dalam
pelaksanaan pengadaan barang/ jasa pemerintah di Indonesia Penyedia Barang Jasa
wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: Memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usaha Memiliki keahlian,
pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan Barang/Jasa;
Memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia Barang Jasa dalam
kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah maupun
swasta, termasuk pengalaman subkontrak; Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
huruf c di atas, dikecualikan bagi Penyedia Barang Jasa yang baru berdiri
kurang dari 3 (tiga) tahun; Memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan
fasilitas lain yang diperlukan dalam Pengadaan Barang Jasa; Dalam hal Penyedia
Barang Jasa akan melakukan kemitraan, Penyedia Barang Jasa harus mempunyai
perjanjian kerja sama operasi/ kemitraan yang memuat presentase kemitraan dan
perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut; Memiliki Kemampuan Dasar (KD)
untuk usaha non-kecil, kecuali untuk Pengadaan Barang dan Jasa Konsultansi;
Khusus untuk Pelelangan dan Pemilihan Langsung Pengadaan Pekerjaan Kontsruksi
memiliki dukungan keuangan dari bank; Khusus untuk Pengadaan Pekerjaan
Konstruksi dan jasa Lainnya harus memperhitungan Sisa Kemampuan paket (SKP)
sebagai berikut:
SKP
= KP – P; KP = nilai Kemampuan Paket, dengan ketentuan: · untuk Usaha Kecil,
nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 5 (lima) paket pekerjaan; ·
untuk usaha non kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 6 (enam)
atau 1,2 (satu koma dua) N. jumlah paket yang sedang dikerjakan. jumlah paket
pekerjaan terbanyak yang dapat ditangani pada saat bersamaan selama kurun waktu
5 (lima) tahun terakhir. tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit,
kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan atau direksi yang bertindak untuk
dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan
dengan surat pernyataan yang ditandatangani Penyedia Barang/Jasa; sebagai wajib
pajak sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi
kewajiban perpajakan tahun terakhir (PPTK Tahunan) serta memiliki laporan
bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 (bila ada transaksi), PPh Pasal 25/Pasal 29
dan PPN (bagi Pengusaha Kena Pajak) paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam
tahun berjalan; Secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada
Kontrak; Tidak masuk dalam Daftar Hitam memiliki alamat tetap dan jelas serta
dapat dijangkau dengan jasa pengiriman; dan menandatangani Pakta Integritas.
Penjelasan tentang auditor Audit secara umum merupakan suatu proses yang
sistematis untuk mendapatkan dan mengkaji secara objektif bahan bukti (evidence)
perihal pernyataan ekonomi dan kegiatan lain. Hal ini bertujuan mencocokan atau
membandingkan dengan kriteria yang telah ditentukan. Dari hasil langkah itu,
disimpulkan suatu pendapat atau opini dan mengkomunikasikannya kepada pihak
yang berkepentingan (D.R. Carmichael dan J.J. Wilingham, 1987). Sedangkan audit
proyek didefinisikan oleh Leo Herbert (1979) sebagai 1. Merencanakan,
mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti yang cukup jumlahnya, relevan, dan
kompeten 2. Dilakukan oleh auditor yang bebas (independent) 3. Dengan tujuan
audit yaitu untuk menjawab beberapa pertanyaan : · Apakah manajemen atau
personil suatu perusahaan atau agen yang ditunjuk telah melaksanakan kegiatan
atau tidak? · Apakah kegiatan yang dilakukan memakai norma yang sesuai untuk
mencapai hasil yang telah ditetapkan oleh yang berwenang? · Apakah kegiatan
telah dilakukan dengan cara yang efektif? Auditor mengambil keputusan atau
pendapat dari bahan pembuktian, dan melaporkannya kepada pihak ketiga serta
melengkapi bahan bukti untuk meyakinkan kebenaran isi laporan, dan usulan
perbaikan untuk meningkatkan efektifitas proyek.
Arti
dan proses audit secara umum mencakup
1.
Kegiatan audit terdiri dari langkah-langkah sistematis mengikuti urutan yang
logis.
2.
Pengkajian secara objektif; dilakukan oleh orang bebas, dalam arti tidak
berperan dalam objek yang akan diaudit.
3.
Diperlukan bahan bukti (evidence) yaitu fakta atau data dan informasi yang
mendukung yang harus dikumpulkan oleh auditor
4.
Ada kriteria sebagai patokan pertimbangan atau perbandingan. Kriteria merupakan
standar yang telah ditentukan dimana organisasi, manajemen, atau pelaksana
harus mengikutinya dalam usaha mencapai tujuan sesuai dengan tanggung jawab
masing-masing. Kriteria digunakan auditor untuk menilai apakah suatu kegiatan
telah dilakukan dengan benar atau menyimpang.
5.
Ada kesimpulan berupa pendapat atau opini auditor Tahap audit proyek adalah:
a. Survey pendahuluan
b. Mengkaji dan menguji sistem
pengendalian manajemen
c. . Pemeriksaan terinci
d. Penyusunan laporan Beberapa aspek yang
perlu diperhatikan diluar aspek utama :
1.
Organisasi, otorisasi, dll
2.
Perencanaan dan jadwal
3.
Kemajuan pelaksanaan pekerjaan
4.
Mutu barang dan pekerjaan
5.
Administrasi, pembelian dan jasa
6.
Engineering
7.
Konstruksi
8.
Anggaran, pendanaan, akuntansi, dll
9.
Perundang-undangan dan peraturan pemerintah
Faktor keberhasilan proyek
1. Misi proyek harus memiliki definisi awal tentang tujuan
yang jelas mengenai
diadakannya proyek, serta
garis besar petunjuk cara atau strategi mencapainya.
2. Dukungan dari pimpinan teras.
3. Perencanaan dan jadwal.
4. Konsultasi dengan pemilik proyek.
5. Personil.
6. Kemampuan teknis.
7. Acceptance dari pihak pemilik dalam hal ini pemilik
ikut melakukan inspeksi, uji coba dan sertifikasi pada tahap implementasi dan
terminasi.
8. Pemantauan, pengendalian, dan umpan balik.
9. Komunikasi untuk mencegah duplikasi kegiatan, salah
paham atau salah pengertian diantara para peserta proyek.
10. Troble shooting; akan membantu memperkirakan
persoalan yang akan terjadi jauh sebelum permasalah terjadi.
Prosedur auditor : Tahapan Perencanaan. Sebagai suatu
pendahuluan mutlak perlu dilakukan agar auditor mengenal benar obyek yang akan
diperiksa sehingga menghasilkan suatu program audit yang didesain sedemikian
rupa agar pelaksanaannya akan berjalan efektif dan efisien. Mengidentifikasikan
resiko dan kendali. Tahap ini untuk memastikan bahwa qualified resource sudah
dimiliki, dalam hal ini aspek SDM yang berpengalaman dan juga referensi
praktik-praktik terbaik. Mengevaluasi kendali dan mengumpulkan bukti-bukti
melalui berbagai teknik termasuk survei, interview, observasi, dan review
dokumentasi. Mendokumentasikan dan mengumpulkan temuan-temuan dan
mengidentifikasikan dengan audit. Menyusun laporan. Hal ini mencakup tujuan
pemeriksaan, sifat, dan kedalaman pemeriksaan yang dilakukan. Wasallamualaikum
wr.wb
0 komentar :
Posting Komentar