PENYEBAB PERPRES NOMOR 16 TAHUN 2018 DI BENTUK

Minggu, 17 November 2019

PENYEBAB PERPRES NOMOR 16 TAHUN 2018 DI BENTUK



PENYEBAB PERPRES NOMOR 16 TAHUN 2018 DI BENTUK

Tata pemerintahan yang baik dan bersih adalah seluruh aspek yang terkait dengan kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan yang dimiliki Pemerintah dalam menjalankan fungsinya melalui institusi formal dan informal. Untuk melaksanakan prinsip Good Governance and Clean Government, maka Pemerintah harus melaksanakan prinsip-prinsip akuntabilitas dan pengelolaan sumber daya secara efisien, serta mewujudkannya dengan tindakan dan peraturan yang baik dan tidak berpihak (independen), serta menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial antara para pihak terkait (stakeholders) secara adil, transparan, profesional, dan akuntabel. Peningkatan kualitas pelayanan publik melalui penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih, perlu didukung dengan pengelolaan keuangan yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diperlukan upaya untuk menciptakan keterbukaan, transparansi, akuntabilitas serta prinsip persaingan/kompetisi yang sehat dalam proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dibiayai APBN/APBD, sehingga diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas serta dapat dipertanggung-jawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang/Jasa yang sederhana, jelas dan komprehensif, sesuai dengan tata kelola yang baik. Pengaturan mengenai tata cara Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Peraturan Presiden ini diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi yang kondusif, efisiensi belanja negara, dan percepatan pelaksanaan APBN/ APBD.  Langkah-langkah kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ini, meliputi:
a.         peningkatan penggunaan produksi Barang/Jasa dalam negeri yang sasarannya untuk memperluas kesempatan kerja dan basis industri dalam negeri dalam rangka meningkatkan ketahanan ekonomi dan daya saing nasional;
b.         kemandirian industri pertahanan, industri alat utama sistem senjata (Alutsista) dan industri alat material khusus (Almatsus) dalam negeri;
c.         peningkatan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, koperasi kecil dan kelompok masyarakat dalam Pengadaan Barang/Jasa;
d.         Perhatian terhadap aspek pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup secara arif untuk menjamin terlaksananya pembangunan berkelanjutan;
e.         Peningkatan penggunaan teknologi informasi dan transaksi elektronik;
f.          Penyederhanaan ketentuan dan tata cara untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam Pengadaan Barang/Jasa;
g.         Peningkatan profesionalisme, kemandirian, dan tanggung jawab para pihak yang terlibat dalam perencanaan dan proses Pengadaan Barang/Jasa;
h.         Peningkatan penerimaan negara melalui sektor perpajakan;
i.          Penumbuhkembangan peran usaha nasional;
j.          Penumbuhkembangan industri kreatif inovatif, budaya dan hasil penelitian laboratorium atau   institusi pendidikan dalam negeri;
k.         Memanfaatkan sarana/prasarana penelitian dan pengembangan dalam negeri;
l.          Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk di Kantor Perwakilan Republik Indonesia; dan
m.        Pengumuman secara terbuka rencana dan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di masing-masing Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Pemerintah Daerah/Institusi lainnya kepada masyarakat luas.
Baru saja Presiden dan DPR-RI menyelesaikan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018, sebagai  pengganti Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (PBJ). Perpres PBJ telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 16 Maret 2018 dan telah diundangkan pada tanggal 22 Maret 2018 oleh Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia Yasonna H. Laoly. (Perpres No 16 tahun 2018 dan klik di sini) dan akan berlaku efektif bulan Juli 2018.
Pemerintah dalam revisi PBJ ini memberi prioritas kepada penyedia barang dan jasa yang memiliki produk lokal dan para pelaku usaha kecil menengah (UKM) dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dalam Perpres No 16 tahun 2018 ini terdapat 227 perubahan atas Perpres sebelumnya.
Harapannya Perpres PBJ terbaru ini akan mengantarkan PBJ yang lebih baik dan signifikan dari tahun-tahun sebelumnya, sehingga korupsi dapat dihentikan atau setidaknya diminimalisasi. Reformasi PBJ untuk memperbaiki kualitas layanan publik, mengembangkan perekonomian lokal, dan meningkatkan persaingan usaha yang sehat dan berkeadilan yang harus terus menerus diperkuat dan ditingkatkan.
Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Badang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Agus Prabowo mengatakan, revisi beleid (kebijakan) ini dilakukan untuk memperbaiki proses pengadaan barang dan jasa pemerintah yang belum sesuai dengan harapan. Reformasi pengadaan terus diupayakan oleh pemerintah untuk mengurangi terjadinya kesalahan maupun praktik kecurangan dalam pelaksanaan PBJ. Pasalnya, dewasa ini kasus inefisiensi, moral hazard, bahkan perilaku koruptif masih terjadi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah yang begitu massif dan berjamaah. 
PBJ Paling Rawan Korupsi
Perpres PBJ menjadi titik paling rawan korupsi di Indonesia, sekitar 80% korupsi PBJ  oleh oknum penguasa dan pengusaha termasuk oknum legislatif (sebut misalnya Proyek Pengadaan Al-Quran, E-KTP, Pesawat Terbang, Buku dll) sampai kepada proyek-proyek kecil PBJP kabupaten dan kota seluruh Indonesia. Pada tahun 2017 misalnya, ada sekitar 241 kasus korupsi terkait dengan PBJ, jumlah ini naik dari tahun sebelumnya yang hanya 195 kasus.

Indonesia Corruption Watch  (ICW) mencatat kasus-kasus korupsi PBJ, ada 11 modus. Di antaranya yakni penyalahgunaan anggaran sebanyak 67 kasus, mark up 60 kasus, kegiatan proyek fiktif 33 kasus dan penyalahgunaan wewenang 26 kasus. Baca juga:
Tren Modus Korupsi 2017 versi ICW Total kerugian negara akibat korupsi pengadaan barang dan jasa pada 2017 mencapai Rp 1,5 triliun. Kasus korupsi pengadaan barang dan jasa menjerat kepala daerah, legislator, para SKPD hingga korporasi.
Sosialisasi massif Perpres PBJ sangat penting
Sehubungan dengan berubahnya beberapa kali aturan atau regulasi PBJ ini, maka pemerintah melalui LKPP termasuk pers atau media cetak, elektronik, dan online, perlu melakukan sosialisasi massif atas Perpres PBJ yang baru ini, agar pelaku PBJ dan masyarakat memahami secara komprehensif, guna tidak terjadi kesalahpahaman atau kelalaian dalam penerapannya.  
Selain sosialisasi kepada pelaku dan/atau pelaksana proyek PBJ (penguasa dan pengusaha), juga paling penting adalah sosialisasi kepada para penegak hukum itu sendiri. Agar lebih memahami petunjuk-petunjuk dan modus korupsi dalam PBJ atau yang berpotensi terjadinya unsur-unsur korupsi, kolusi dan nepotisme. 
Lebih penting lagi sebenarnya adalah K/L/SKPD atau gubernur, bupati dan wali kota perlu melakukan kerja sama dengan pihak penegak hukum dalam proses tender dan pelaksanaan proyek sampai selesai, termasuk monitoring dan evaluasi harus kuat termasuk dari LSM, pers, dan masyarakat lainnya. Masyarakat harus cerdas dan kritis menyikapi proyek-proyek PBJ ini. 
Bila perlu LKPP atau bisa melalui pemerintah daerah, memberi atau membuka ruang kepada masyarakat untuk ikut serta dalam sosialisasi. Ini sangat penting, agar masyarakat bisa melakukan monitoring dan pemantauan dengan benar. Hanya dengan cara ini, perbuatan korupsi oleh penguasa dan pengusaha bisa diantisipasi.
Apalagi dalam Perpres PBJ yang baru ini banyak perubahan penting yang ada di dalamnya. Memang regulasi PBJ yang baru lebih sederhana dibanding regulasi PBJ sebelumnya, maka lebih mudah dipahami. Dalam perpres ini juga diatur tentang swakelola tipe baru, penyelesaian sengketa, kontrak yang lebih mudah, perubahan Unit Layanan Pengadaan (ULP) serta perubahan batas pengadaan langsung untuk jasa dan lainnya.
Juga memperkenalkan istilah baru dengan mengubah istilah lama sebagai penyesuaian dengan perkembangan dunia pengadaan. Istilah baru tersebut di antaranya adalah "lelang" menjadi "tender", ULP menjadi UKPBJ, Pokja ULP menjadi Pokja Pemilihan, dan K/L/D/I menjadi K/L/SKPD. Setidaknya terdapat sepuluh perubahan penting dalam Perpres PBJ yang baru, dibandingkan Perpres No.54 Tahun 2010 beserta perubahannya.
Kapan Perpres PBJ berlaku?
Pemberlakuannya efektif bulan Juli 2018, namun dilaksanakan secara bertahap, yaitu:
1.                   Untuk pekerjaan yang persiapannya dilaksanakan sebelum 1 Juli 2018, tetap berpedoman kepada Perpres 54/2010 dan perubahannya.
Ini berarti semua pengadaan yang dilaksanakan pada tahun ini (2018) masih tetap menggunakan aturan yang lama.
2.                   Untuk pekerjaan yang persiapannya dilaksanakan sejak 1 Juli 2018, maka sudah mengacu kepada Perpres ini. Berarti, semua pengadaan tahun 2019 sudah wajib menggunakan Perpres 16 Tahun 2018.
3.                   Kontrak yang telah ditandatangani tetap berlaku dan berpedoman kepada Perpres 54 Tahun 2010 dan perubahannya hingga berakhirnya kontrak. Termasuk apabila ada pekerjaan multiyears yang baru ditandatangani pada tahun 2018 dan berakhir pada tahun 2020, maka tahun 2019 tidak perlu melakukan perubahan kontrak untuk mengikuti Perpres ini.
4.                   Namun pekerjaan yang akan dilaksanakan secara swakelola, pekerjaan yang dilaksanakan melalui agen pengadaan, perencanaan pengadaan untuk Tahun 2019, dan pengadaan khusus (keadaan darurat, pengadaan di luar negeri, pengadaan di BLU, pengadaan berdasarkan tarif yang sudah dipublikasikan, pengadaan berdasarkan praktik bisnis yang sudah mapan, pengadaan yang sudah diatur oleh peraturan perundang-undangan, penelitian, tender/seleksi internasional, dan yang menggunakan anggaran pinjaman/hibah luar negeri), maka sudah dapat menggunakan Perpres ini sejak diundangkan.
Baca Penjelasan Kapan Perpres 16/2018 tentang PBJ diberlakukan? Klik di sini. Atau baca Aturan Turunan dari Perpres 16 Tahun 2018 klik di sini
Perjalanan Panjang Perubahan Keppres dan Perpres PBJ (Regulasi Lengkap PBJ)
1.                   Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia. Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Presiden Megawati Soekarnoputri).  
2.                   Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang. Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Presiden Megawati Soekarnoputri).
3.                   Peraturan Presiden (Perpres) No . 54 Tahun 2010 Pengganti Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono). 
4.                   Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono). 
5.                   Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 70 Tahun 2012 Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono).  
6.                   Peraturan Kepala LKPP Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
7.                   Peraturan Kepala LKPP Nomor 6 Tahun 2012 tentang petunjuk teknis Nomor 70 Tahun 2012 (dicabut dan diganti dengan Perka LKPP Nomor 14 tahun 2012).
8.                   Peraturan Kepala LKPP Nomor 14 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Perpres No. 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No. 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
9.                   Peraturan Kepala LKPP Nomor 5 Tahun 2012 tentang Unit Layanan Pengadaan.
10.                Peraturan Kepala LKPP Nomor 15 Tahun 2012 tentang Standar Dokumen Pengadaan; SDB Penunjukan Langsung, SDB Pengadaan Langsung, SDB Jasa Lainnya, SDB Jasa Konsultan ICB, SDB Jasa Konsultan Perorangan. SDB Jasa Konsultan Badan Usaha, SDB Pekerjaan Konstruksi, SDB Pengadaan Barang.
11.                Peraturan Kepala LKPP Nomor 18 Tahun 2012 tentang E-Tendering
12.                Peraturan Kepala LKPP No 11 tahun 2014 tentang Whistleblowing System Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
13.                Peraturan Kepala LKPP Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah .
14.                Peraturan Kepala LKPP Nomor 19 Tahun 2014 Tentang Pembayaran Prestasi Pekerjaan Pada Pekerjaan Konstruksi
15.                Peraturan  Presiden (Perpres) No. 84 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa  Pemerintah dalam Rangka Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan  Provinsi Papua Barat (Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono).  
16.                Peraturan  Presiden (Perpres) Nomor 172 Tahun 2014 Tentang. Perubahan Ketiga Atas  Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan. Barang/Jasa  Pemerintah (Presiden Joko Widodo).  
17.                Peraturan  Presiden (Perpres)  Nomor 4 Tahun 2015 Tentang. Perubahan Keempat Atas  Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun. 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa  Pemerintah (Presiden Joko Widodo) 
18.                Peraturan  Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 sebagai  pengganti Perpres No.  54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Presiden Joko  Widodo).

Oleh sebab itu dalam bidang persampahan di Indonesia, kami mengharapkan K/L/SKPD  dan/atau gubernur, bupati/wali kota sebagai pemilik pekerjaan atau pelaksana PBJ di bidang persampahan, baik fisik maupun nonfisik. Untuk memperhatikan dengan benar Perpres PBJ yang baru ini, khususnya penggunaaan atau pengadaan prasarana dan sarana persampahan, agar memberi prioritas pada karya anak bangsa (produksi lokal Indonesia), sebagaimana amanat regulasi PBJ ini untuk mendahulukan teknologi atau hasil produk lokal dan bukan mendahulukan produk asing, pula mengutamakan para pelaku usaha kecil menengah (UKM) dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah dari pada pengusaha besar atau konglomerasi terlebih perusahaan asing. 
Terpenting pula harus memperhatikan dan taat pada azas manfaat dari prasarana dan sarana persampahan yang diadakan tersebut, jangan asal mengadakan saja, ahirnya barang tersebut jadi mubadzir. Belajarlah dari kesalahan di masa lalu.
Paling urgent adalah pengelola tender PBJ harus ahli dan lolos kompetensi dalam PBJ dengan benar, bukan karena faktor kedekatan person dengan penguasa. Jangan pula ada pengelola tender tidak memahami pekerjaannya sendiri, ini juga banyak terjerat korupsi karena tidak paham masalah PBJ. Para oknum pejabat pusat dan daerah, jangan lagi mempermainkan jabatan dan kekuasaan atau kewenangan yang bisa merugikan rakyat dan menghambat jalannya pembangunan nasional. 
Ingat bahwa Undang-undang Tipikor bisa menghadang atau menjerat bila dalam pelaksanaan PBJ ini tidak taat pada faktor azas manfaat dan terjadi penyalahgunaan wewenang. Karena unsur korupsi bukan saja terjadi atas terjadinya kerugian uang negara. Ini harus dipahami dengan benar oleh pelaksana atau pejabat PBJ yang bersangkutan.


0 komentar :

Posting Komentar